Halo gaes, selamat datang di angsawatara.com, kali ini kita akan posting artikel dengan tema menarik tentang rangkuman buku Perspektif Pendidikan SD Modul 1 tentang Landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Materi ini sangat penting khususnya buat kamu yang lagi menempuh kuliah jurusan PGSD di Univeritas Terbuka. Yuk langsung saja ga usah lama-lama mari kita simak artikelnya di bawah ini.
PDGK4104 PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD
MODUL 1
LANDASAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
Landasan Pendidikan di SD/angsawatara.com
Kegiatan Belajar 1
Landasan Filosofis, Psikologis Pedagogis dan Sosiologis Antropologis Pendidikan Sekolah Dasar
Pandangan filosifis adalah cara melihat pendidikan dasar dari hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia. Sementara itu cara psikologis-pedagogis atau psiko-pedagogis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam pengembangan potensi individu sesuai dengan karakteristik psikologis peserta didik. Sedangkan cara pandang sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam sosialisasi atau pendewasaan peserta didik dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan.
1. Landasan Filosofis dan Psikologis-pedagogis
Pandangan filosofis dan psikologis-pedagogis mewakili cara pandang pakar dalam bidang filsafat, psikologi, dan pedagogik/ ilmu mendidik terhadap keniscayaan proses pendidikan untuk usia sekolah 6-13 tahun. Dikatakan keniscayaan karena pendidikan untuk anak usia tersebut berlaku universal dan telah menjadi kenyataan atau sering disebut juga sebagai condition sine quanon.
Ada beberapa argumen tentang keniscayaan pendidikan untuk usia itu. Pertama, pelembagaan proses pendidikan untuk usia dalam sistem pendidikan persekolahan atau schooling system, diyakini sangat strategis, artinya sangat tepat dilakukan, untuk mempengaruhi, mengkondisikan dan mengarahkan perkembangan mental, fisik dan sosial anak dalam mencapai kedewasaannya secara sistematik dan sistemik. Kedua, proses pendewasaan yang sistematik dan sistemik itu diyakini lebih efektif dan bermakna, artinya lebih memberikan hasil yang baik dan menguntungkan, daripada proses pendewasaan yang dilepas secara alami dan kontekstual melalui proses sosialisasi atau pergaulan dalam keluarga dan masyarakat dan enkulturasi atau pembudayaan interaktif dala kehidupa budaya yang semata-mata. Ketiga, berbagai teori psikologi khususnya teori belajar yang menjadi landasan konseptual teori pembelajaran, seperti teori behaviorisme, kognitifisme, humanisme dan sosial (Bell-Gredler:1986), filsafat pendidikan seperti perenialisme, yang menekankan pentingnya pewarisan kebudayaan, esensialisme, yang menekankan pada transformasi nilai esensial, progresifisme, yang menekankan pada pengembangan potensi individu, dan rekonstruksionalisme sosial, yang menekankan pada pengembagan potensi individu untuk perubahan masyarakat (Brameld, 1965) sangat mendukung proses pendewasaan anak melalui pendidikan persekolahan.
Terdapat tiga teori yang sangat relevan untuk menggali landasan filosofis dan psikologis-pedagogis pendidikan di SD/MI yaitu teori kognitifisme, teori historis-kultural, dan teori humanistik.
1. Teori kognitifisme.
Teori kognitifisme atau lebih dikenal sebagai teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, dan diakui sebagai salah satu pilar atau tonggak konseptual dan sumber pengetahuan kognitif anak (Maier, 1978:12) Piaget menegaskan bahwa teori kognitifisme atau pengetahuan bukanlah duplikat dari objek, dan bukan pula sebagai tampilan kesadaran dari bentuk yang ada dengan sendirinya dalam diri individu. Pengetahuan sesungguhnya merupakan konstruksi pikiran yang terbentuk, karena secara biologis adanya interaksi antara organisme dengan lingkungan, dan secara kognitif adanya interaksi antara pikiran dengan objek.
Secara teoritik perkembangan kognitif mencakup tiga proses mental yakni assimilation atau asimilasi adalah integrasi data baru dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam pikiran; accommodation atau akomodasi menunjuk pada proses penyesuaian struktur kognitif dengan situasi baru; equilibration atau ekuilibrasi adalah proses penyesuaian yang menyambung antara asimilasi dan akomodasi.
Empat tahap perkembangan kognistif menurut Jean Piaget yaitu: Tahap sensori motorik merupakan saat mulai berkembangnya operasi prasimbolik dan praverbal. Tahap praoperasional ditandai dengan perkembangan pikiran logis parsial mulai tumbuh konsep ketetapan suatu objek dengan penekanan pada identitas kualitas. Tahap operasi konkret terjadi pergantian perilaku impulsif dengan refleksi dasar. Tahap operasi formal mulai tumbuh pikiran tentang rencana hidup dan peran orang dewasa, kemampuan berpikir logis dalam berbagai situasi dan mulai mampu bernalar secara utuh mulsi dari situasi konkret sampai situasi hipotesis.
2. Teori historis-kultural (Cultural Historical Theories)
Teori ini dikembangkan oleh Lev S. Vygotsky yang memusatkan perhatian pada bidang telaah aspek manusia dari kognisi. Teori ini lebih memusatkan pada penggunaan simbol sebagai alat, dengan dasar pemikiran bahwa manusia menemukan alat yang telah mengantarkan kemajuan bagi umat manusia. Sistem simbol yang dikembangkan adalah bahasa lisan dan tulisan, sistem matematika, notasi music dan lainnya. Melalui penggunaan simbol-simbol ini manusia mengembangkan cara berpikir baru. Faktor-faktor biologis seperti kematangan berpengatuh terhadap proses berpikir dasar seperti perhatian, ingatan dan persepsi.
3. Teori humanistik,
Pendidikan humanistik adalah pendidikan manusia secara utuh dan menyeluruh, yang memusatkan perhatian pada proses pendidikan pendidikan yang memungkinkan peserta didik melakukan belajar menikmati kehidupan atau mencapai kebutuhan lebih tinggi dalam pengertian kebutuhan akan kehidupan yang optimal atau kemungkinan pertumbuhan yang positif.
Pendekatan humanistik memiliki karekteristik : (a) Menjadikan peserta didik sendiri sebagai isi, yakni mereka sendiri belajar tentang perasaannya dan perilakunya: (b) Mengenal bahwa imaginasi peserta didik seperti dicerminkan dalam seni, impian, cerita dan fantasi sebagai hal yang penting dalam kehidupan yang dapat dibahas bersama dengan teman sekelasnya: (c) Memberikan perhatian khusus terhadap ekspresi non-verbal seperti isyarat dan nada suara karena diyakini hal itu sebagai ungkapan perasaan dan sikap yang dikomunikasikan; (d) Menggunakan permainan, improvisasi dan bermain peran sebagai wahana simulasi perilaku yang dapat dikaji dan diubah.
Tujuh aspek tujuan pendidikan humanistik yakni : (a) Perkembangan personal, contohnya kematangan berbicara (b) Perilaku kreatif yang mencakup pengembangan kemurnian, kreativitas imajinasi, interpretasi baru, makna baru dan sejenisnya, seperti bermain untuk membuat berbagai bentuk dari tanah liat (c) Kesadaran antar pribadi, contohnya setiaporang pasti membutuhkan orang lain untuk berteman (d) Orientasi terhadap mata pelajaran atau disiplin ilmu (e) Materi, seperti pengetahuan sosial, matematika dan lain-lain (f) Metode pembelajaran afektif, contohnya bermain peran sosial (g) Guru dan tenaga kependidikan lainnya. Menurut Ericson tentang Affective Development, diperoleh tahap perkembagan manusia yang sehat sebagai berikut : (a) Tahap bertahan hidup pada masa bayi (b)Tahap pengokohan pada masa kanak-kanak (c) Tahap sosiabilitas pada masa remaja (d) Tahap keahlian pada masa dewasa muda (e) Tahap kematangan pada masa dewasa.
Landasan Sosiologis-Antropologis Pendidikan Sekolah Dasar
Cara pandang sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam proses sosialisasi atau pendewasaan peserta didik dalam konteks kehidupan bermasyarakat, dan proses enkulturasi atau pewarisan nilai dari generasi tua kepada pesera didik yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan.
Dilihat secara sosiologis dan antropologis masyarakat dan bangsa Indonesia sangatlah heterogen dalam segala aspeknya. Oleh karena itu, walaupun kita secara konstitusional menganut satu sistem pendidikan nasional, instrumentasi atau pengelolaan sistem pendidikan itu tidaklah mungkin dilakukan secara homogeny penuh.
Keseluruhan prinseip tersebut memberi implikasi terhadaop kandungan, proses dan manajemen pendidikan nasional. Maka sistem pendidikan saat ini diupayakan berbagai pembaruan seperti kurikulum nasional yang bersifat sentralistik menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersifat desentralistik.
Kegiatan Belajar 2
Landasan Historis, Ideologis dan Yuridis Pendidikan Sekolah Dasar
A. Landasan Historis dan Ideologis Pendidikan Sekolah Dasar (SD)
Landasan historis dan ideologis adalah dasar pemikiran yang diangkat dari fakta sejarah yang relevan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Sekolah Dasar beserta ide-ide atau pertimbangan yang melatarbelakanginya.
Secara historis atau kesejarahan, pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda yang memang dibangun lebih banyak untuk kepentingan penjajahan Belanda di Indonesia. Pada dasarnya sistem pendidikan pada masa itu ditekankan pada upaya memperoleh tenaga terampil yang mengerti nilai budaya penjajah sehingga menguntungkan mereka dalam mempertahankan dan melangsungkan penjajahannya.
Sistem pendidikan Indonesia dalam perspektif sejarah perjuangan bangsa berkembang secara dinamis pada lingkungan masyarakat yang juga berkembang dimensi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Semakin berkembang dengan konsisten, pendidikan dianggap berfungsi sebagai wahama transformasi, transmisi, dan sosialisasi nilai-nilai, tradisi, ilmu pengetahuan, serta teknologi dan seni dari masyarakatnya, yang berlangsung baik melalui jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
B. Landasan Historis-Ideologis dan Yuridis Pendidikan SD
Landasan ideologis dan yuridis pendidikan pada dasarnya merupakan komitmen politik Negara Republik Indonesia yang diwujudkan dalam berbagai ketentuan normatif konstitusional yang mencerminkan bagaimana sistem pendidikan nasional dibangun dan diselenggarakan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
Secara ideologis dan yuridis Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar atau fondasi pendidikan nasional. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional termasuk di dalamnya pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita, nilai, konsep dan moral yang terkandung dalam bagian dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Pendidikan SD memiliki dua tujuan pendidikan yaitu (1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap dan rasa keindahan, serta memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan dan kecakapan membaca, menulis dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat, sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional. (2) Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kritis,kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Peserta sisik SD/MI berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan dengan cara (1) menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya; (2) menghormati pendidik dan tenaga kepandidikan; (3) mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan mematuhi semua peraturan yang berlaku; (4) memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni social di antara teman; (5) mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi sesame; (6) mencintai lingkungan, bangsa dan Negara; dan (7) ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.
Nah itu tadi rangkuman buku Perspektif Pendidikan SD Modul 1 Landasan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah berhasil angsawatara.com rangkum. Semoga bermanfaat dan jangan lupa baca artikel menarik lainnya di angsawatara.com.